Sepatu mungkin bukan
merupakan barang pokok, tapi secara tidak langsung semua orang
membutuhkannya. Tak sedikit perempuan, bahkan pria yang suka mengoleksi
beberapa pasang sepatu di rumah mereka. Ya, aksesori yang satu ini
memang selalu punya peminat seiring perkembangan tren mode dari tahun ke
tahun.
Ternyata, dari segi bisnis pun cukup menguntungkan. Ada prospek yang cukup tinggi dalam menjual sepatu. Kondisi ini dialami oleh Jangkar Sri Kusumo Bawono. Laki-laki berusia 23 tahun ini mengaku meraup untung jutaan rupiah dari bisnis sepatu yang digelutinya sejak April 2012.
"Ini berawal dari kesukaan saya dengan leather footwear (sepatu kulit). Jadi, saya suka beli deh. Apalagi, sepatu yang handmade dan model kasual," kata Jajang --sapaan Jangkar-- kepada VIVAnews di Jakarta, Senin 11 Februari 2013.
Berawal dari situ, Jajang mendapat ide menekuni bisnis sepatu kulit. Ia melakukan survei, dengan mengumpulkan informasi mengenai pangsa pasar sepatu kulit. Akhirnya, diketahui bahwa wirausahawan yang bermain di bidang produksi sepatu kulit ini masih sedikit sekali.
"Nah, di situ, muncul deh ide saya buat bikin leather footwear. Tak banyak pertimbangan waktu itu, pokoknya saya yang penting action dulu, saya tidak mau ragu-ragu," ujarnya.
Langkah awal, mahasiswa Universitas Airlangga ini membuat sepatu laki-laki model zappier. Jajang mengatakan, modalnya saat itu hanya Rp8 juta dan ternyata bisa untuk membuat 32 pasang sepatu zappier. Tak dinyana, sepatu buatannya itu laku.
Ternyata, dari segi bisnis pun cukup menguntungkan. Ada prospek yang cukup tinggi dalam menjual sepatu. Kondisi ini dialami oleh Jangkar Sri Kusumo Bawono. Laki-laki berusia 23 tahun ini mengaku meraup untung jutaan rupiah dari bisnis sepatu yang digelutinya sejak April 2012.
"Ini berawal dari kesukaan saya dengan leather footwear (sepatu kulit). Jadi, saya suka beli deh. Apalagi, sepatu yang handmade dan model kasual," kata Jajang --sapaan Jangkar-- kepada VIVAnews di Jakarta, Senin 11 Februari 2013.
Berawal dari situ, Jajang mendapat ide menekuni bisnis sepatu kulit. Ia melakukan survei, dengan mengumpulkan informasi mengenai pangsa pasar sepatu kulit. Akhirnya, diketahui bahwa wirausahawan yang bermain di bidang produksi sepatu kulit ini masih sedikit sekali.
"Nah, di situ, muncul deh ide saya buat bikin leather footwear. Tak banyak pertimbangan waktu itu, pokoknya saya yang penting action dulu, saya tidak mau ragu-ragu," ujarnya.
Langkah awal, mahasiswa Universitas Airlangga ini membuat sepatu laki-laki model zappier. Jajang mengatakan, modalnya saat itu hanya Rp8 juta dan ternyata bisa untuk membuat 32 pasang sepatu zappier. Tak dinyana, sepatu buatannya itu laku.
"Per pasang saya jual Rp415 ribu hingga Rp425 ribu. Dan itu habis dalam waktu dua bulan," kata Jajang.
Omzet dari hasil penjualan itu kemudian digunakan lagi untuk membeli bahan baku, Jajang memutar roda bisnisnya. Berhasil, hasil produksi dan penjualannya pada bulan selanjutnya ternyata mencatatkan keuntungan Rp15 juta.
Omzet dari hasil penjualan itu kemudian digunakan lagi untuk membeli bahan baku, Jajang memutar roda bisnisnya. Berhasil, hasil produksi dan penjualannya pada bulan selanjutnya ternyata mencatatkan keuntungan Rp15 juta.
Tentu saja, bagi Jajang,
itu cukup membanggakan, karena bisa mandiri di masa kuliahnya. Tidak
lagi bergantung pada kedua orang tuanya.
"Omzetnya sekitar Rp15 juta dan saya bangga. Masih jarang mahasiswa mampu kayak begini," katanya.
"Omzetnya sekitar Rp15 juta dan saya bangga. Masih jarang mahasiswa mampu kayak begini," katanya.
Tak mau menyerah
Selama 10 bulan membangun bisnis sepatu kulit, Jajang mengakui, memang bukan hal mudah. Tapi, Jajang tidak mau menyerah pada kesulitan.
Selama 10 bulan membangun bisnis sepatu kulit, Jajang mengakui, memang bukan hal mudah. Tapi, Jajang tidak mau menyerah pada kesulitan.
Karena, Jajang percaya,
selalu ada celah dan kemudahan di balik setiap kesulitan. Yang penting,
tidak berhenti mencari jalan keluar. Hal itu yang selalu dipompa ke
dalam benaknya untuk menambah semangat berusaha.
"Dukanya hampir tidak ada, paling cuma proses produksi ngaret dari deadline. Bahan baku ngaret tidak sampai-sampai, itu saja yang kadang bikin sebel," kata pria kelahiran Ponorogo ini.
Soal kualitas, Jajang mengklaim bahwa sepatu hasil produksinya mampu bertahan hingga empat tahun. "Awetnya memang cukup lama. Karena bahannya berkualitas. Prosesnya pembuatannya pun terbaik," katanya.
"Dukanya hampir tidak ada, paling cuma proses produksi ngaret dari deadline. Bahan baku ngaret tidak sampai-sampai, itu saja yang kadang bikin sebel," kata pria kelahiran Ponorogo ini.
Soal kualitas, Jajang mengklaim bahwa sepatu hasil produksinya mampu bertahan hingga empat tahun. "Awetnya memang cukup lama. Karena bahannya berkualitas. Prosesnya pembuatannya pun terbaik," katanya.
(sumber vivanews)
Posting Komentar